Dalam penentuan heating value pada LNG, apakah komposisi hidrokarbonnya (seperti etana atau propana) juga mempengaruhi?
Heating
value tidak ada hubungannya dengan panas untuk memanaskan sesuatu zat.
Heating value itu nilai panas yang dihasilkan dari pembakaran sempurna
suatu zat pada suhu tertentu.
Reaksi pembakaran sempurna hydrocarbon seperti ini:
CxHy + (x + y/4) O2---- x CO2 + y/2 H2O
Sesuai
definisinya panas pembakaran dihitung seolah-olah reaktan dan hasil
reaksi memiliki suhu yang sama. Biasanya kondisi standar yang dipakai
untuk perhitungan heating value adalah 25 °C dan 1 atm. Seperti kita
tahu pada 25 °C dan 1 atm H2O memiliki fase liquid, maka perhitungan HHV
menganggap H2O hasil pembakaran diembunkan menjadi fase liquid,
sehingga selain panas didapat dari pembakaran, diperoleh pula energi
dari panas pengembunan H2O. Kalau perhitungan LHV itu menganggap bahwa
H2O tetap pada fase gas pada 25 °C. Jadi selisih antara HHV dan LHV
adalah panas pengembunan H2O pada suhu dan tekanan standar.
Perlu
dicatat bahwa HHV dan LHV adalah notasi theoretical, hanya dipakai
untuk indikasi dan tidak menunjukkan kondisi yang sebenarnya dalam
praktek. Alasannya bahan bakar dan gas hasil pembakaran tidak pernah
berada pada temperatur yang sama sesuai asumsi yang dipakai untuk
perhitungan HHV dan LHV. Dalam praktek, energi yang bisa kita peroleh
dari pembakaran bahan bakar akan selalu lebih kecil dari HHV atau LHV,
karena ada energi dalam bentuk panas yang dibawa pergi oleh gas hasil
pembakaran. Itulah sebabnya efisiensi semua mesin konversi energi (steam
power plant, internal combustion engine, gas turbine) tidak pernah bisa
100 %.
Jadi
HHV dan LHV sama sekali tidak ada hubungannya dengan fase dari bahan
bakarnya, baik bahan bakar padat maupun cair, sama-sama punya HHV dan
LHV. Kalau soal gampang atau susahnya membakar, juga tidak ada
hubungannya dengan HHV & LVH. Ingat! Pembakaran itu proses
eksotermis, jadi tidak mengambil panas (energi) dari lingkungan justru
memberikan panas ke lingkungan. Sebenarnya yang bisa dibakar itu adalah
fase gas, kalau ada bahan bakar cair, maka harus terbentuk cukup uap di
atas permukaannya supaya bisa memulai pembakaran. Kalau kita mulai dari
temperatur ambient, untuk bahan bakar cair tertentu, misalnya diesel
oil, mesti diberikan suhu yang cukup supaya tekanan uapnya cukup tinggi
untuk membentuk fase uap yang bisa dibakar (dari sinilah muncul istilah
flash point). Tapi begitu sudah dibakar, panas dari pembakaran akan
selalu menyediakan energi yang cukup untuk menghasilkan fase uap yang
siap untuk dibakar.
Semakin
tinggi carbon number, heating value dalam kJ/kmol (tapi tidak dlm
kJ/kg!) juga semakin tinggi. Untuk gas, heating value biasanya
dinyatakan dalam Btu/MMscf, dan kita tahu bahwa untuk gas mol itu
proportional terhadap volume, jadi untuk gas alam semakin banyak fraksi
berat semakin tinggi heating valuenya dalam volumetric basis.
Harap
diperhatikan, satuan yang menyatakan nilai LHV/HHV juga, bahwa nilai
LHV/HHV membesar sesuai kenaikan jumlah karbonnya tentu saja untuk
satuan Btu/lbmol (kJ/kmol). Karena jika satuan yang digunakan adalah
berbasis massa, LHV/HHV methane lebih besar dibanding rantai yang lebih panjang (karena MWnya makin kecil).
Menentukan
gross heating value bukan lewat GC tapi lewat komputasi numeris (yang
umumnya sudah ada di soft machine-nya GC yang lalu mengambil data
composition peaknya GC). Mengapa? Karena kita harus menginput properties
natural gas pada 60 oF dan 14,7 psia.
Hakikatnya,
GC tidak terbatas sampai pengukuran C9 saja, bisa lebih tergantung
setting/instrument dan standar method yang diimplementasikan.
Mengukur
GHV bukan langsung dari GC kayak ngukur pressure dari pressure
transmitter, tapi ada komputasi dari GC setelah gas composition
didapatkan.
Memang
bisa mengkalkulasi sampai rantai karbon yang berat, tapi biasanya sudah
tidak akurat, lagipula dalam kenyataannya fraksinya juga sangat kecil
dibandingkan dengan fraksi C1 (yang biasanya dipakai sebagai standar
spesifikasi dari gas untuk sales), sehingga jika terjadi perubahan kecil
dari komposisi di rantai karbon yang berat hanya memberikan impact yang
kecil terhadap nilai GHV.
GC
bisa melakukan perhitungan GHV. Yang dilakukan oleh GC adalah melihat
komposisi gas berdasarkan peak di chromatogram. Kemudian berdasarkan
standar yang digunakan, apakah itu GPA-2172, atau ISO 6976, GC akan
menghitung GHV berdasarkan data masukan mol % dari gas yang diukur itu
sendiri, base pressure dan base pressure pengukuran yang digunakan. Di
beberapa tempat ini tidak biasa dilakukan karena GC tidak mengukur nilai
komposisi H2O dan H2S dan beberapa componen lain yang tidak terdeteksi
oleh GC. Jadi yang biasa dilakukan adalah memberikan semua informasi
data ini ke flow computer (data GC dan H2O dan komponen lain yang
dibutuhkan), dan flow computer yang akan melakukan perhitungan gross
heating value.
Untuk
standar ISO6976, kita tidak bisa memilih standar pressure yang
digunakan, itu tidak dispesifikasi oleh standar. Satuan keluaran dari
standar ISO6976 adalah MJ/Sm3 untuk perhitungan volume. ISO6976
memberikan pilihan untuk menghitung GHV dalam beberapa
combustion/metering temp. Yang cukup umum digunakan (15,15) dan (20,20).
Semua masukan dan keluaran dari ISO6976 adalah dalam bentuk metric.
Untuk
standar GPA 2172, kita bisa memilih GHV mau dihitung pada tekanan
berapa terserah kita. Yang umum digunakan adalah 14.73 psia. Standar
perhitungan GPA2172 menggunakan pressure 14.696. Tetapi, GPA 2172 tidak
memberikan pilihan input temperatur karena perhitungan selalu dianggap
untuk temperature standard 60 degF. Masukan lain yang dibutuhkan adalah
nilai compressibility gas pada tekanan standar (14.73 dalam hal ini)
yang biasanya didapat dari perhitungan AGA 8.
Untuk
pengukuran gasnya sendiri, fraksi berat yang memang pada pengukuran
fiscal gas nilainya cukup kecil, namun bila ada salah perhitungan akan
memberikan perbedaan yang cukup signifikan karena fraksi berat memiliki
nilai heating value yang terbesar. Kalau misalnya nilai gas yang
seharusnya 0.01% terbaca 0.1%, itu sudah cukup untuk memberikan error
kesalahan sekitar 0.4% yang kalau diuangkan akan memberikan angka
sekitar beberapa ratus ribu dolar per tahun yang bergantung pada jumlah
gas yang mengalir.
C1
- C4 mempunyai konstribusi HHV yang lebih besar, karena diantara C yang
lainnya heating value dari C1 - C4 lebih besar. Sebagai referensi di
Perry's Chemichal Engineers Handbook edisi ke 6, table 3-207. Disitu
tertera heating value untuk masing-masing komponen :
- C1 == 21.502 (BTU/lb)
- C2 == 20.416 (BTU/lb)
- iC4 == 19.614 (BTU/lb)
- nC4 == 19.665 (BTU/lb)
- iC5 == 19.451 (BTU/lb)
- nC5 == 19.499 (BTU/lb)
- nC6 == 19.391( BTU/lb)
Ada
'ukuran' lain dari heating value yaitu volume, dengan satuan Btu/scf.
Biasanya kalau kita bicara gas metering dengan on line chromatograph
maka pengukuran heating value adalah berdasar volume ini, Btu/scf, jadi
total energi yang melewati meter (Btu per jam atau per day) adalah
perkalian dari volume, mmscfd dan nilai heating value ini (Btu/scf).
Kalau heating value dihitung berdasar volume maka secara logis heating
value dari C2 akan lebih tinggi dari C1 dan C3 lebih tinggi daripada C2
dan seterusnya karena berat molekul C2 lebih dari C1 dst, ini berdasar
prinsip bahwa volume dari 1 mol C1 akan sama dengan volume dari 1 mol C2
(sekitar 379 scf/mol).
GHV
dapat diukur berdasarkan Mass dan Volume, jika berdasarkan Mass
(BTU/Kg), C yang lebih tinggi akan memberikan kontribusi Heating Value
yang semakin rendah, sedangkan jika berdasarkan Volume (BTU/Scf) maka
sebaliknya C yang lebih tinggi memberikan kontribusi Heating Value yang
lebih tinggi.
Dari
GPA 2145 Tahun 2003, Physical Constants for Hydrocarbon. Jika component
LNG dalam molar fraction, maka GHV pada 60 F sebagai ideal Gas adalah :
- C1 == 52,673 BTU/Kg == 1010.0 BTU/Scf
- C2 == 49,238 BTU/Kg == 1769.7 BTU/Scf
- C3 == 47,739 BTU/Kg == 2516.2 BTU/Scf
- i- C4 == 46,808 BTU/Kg == 3252.0 BTU/Scf
- n-C4 == 46,958 BTU/Kg == 3262.4 BTU/Scf
- i-C5 == 46,394 BTU/Kg == 4000.9 BTU/Scf
- n-C5 == 46,484 BTU/Kg == 4008.7 BTU/Scf
n-C6 == 46,174 BTU/Kg == 4756.0 BTU/Scf
Tidak ada komentar:
Posting Komentar